PENGERTIAN SPP : SUATU MEKANISME, PROSEDUR (CARA PENYELESAIAN) PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA
PENGERTIAN SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU (SPPT) atau INTEGRATED CRIMINAL JUSTICE SYSTEM (ICJS) adalah :
SUATU CARA PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA SECARA TERPADU, MULAI DARI TAHAP PENYELIDIKAN /PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, PEMERIKSAAN DIDEPAN PERSIDANGAN, PENJATUHAN PUTUSAN, UPAYA HUKUM, SAMPAI DENGAN PELAKSANAAN PUTUSAN YANG TELAH MEMPEROLEH KEKUATAN HUKUM TETAP.
APA PENTINGNYANYA SPPT atau ICJS ?
SPPT atau ICJS PENTING KARENA MERUPAKAN INSTRUMENT DALAM KERANGKA MEWUJUDKAN PENEGAKAN HUKUM PIDANA MATERIL.
DIMANA KETENTUAN SPPT ITU DIATUR DALAM HUKUM POSITIF KITA DI INDONESIA ?
1. DALAM UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP
2. Ketentuan Hukum, Ketentuan Perundang-undangan diluar KUHAP yang mengatur tentang hukum acara pidana.
SUB SISTEM PERADILAN PIDANA DAN KETENTUAN POKOK YG MENGATUR TUPOKSINYA.
1. KEPOLISIAN (UU No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI)
2. KEJAKSAAN (UU No.16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI)
3. PENGADILAN (UU No.49 Tahun 2009 Tentang Kehakiman)
4. ADVOKAT (UU No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat)
5. LEMBAGA PEMASYARAKATAN (UU No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan)
BEBERAPA ISTILAH SEHUBUNGAN PEMBUKTIAN TERBALIK / PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN
- PEMBUKTIAN TERBALIK (Omkering Van Het Bewijslats/Reversel Burden Of Proof/Onus Of Proof) / PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN (shifted burden prove)/ PERGESERAN BEBAN PEMBUKTIAN.
- PEMBUKTIAN TERBALIK MURNI
- PEMBUKTIAN TERBALIK TERBATAS
- PEMBUKTIAN TERBALIK TERBATAS DAN BERIMBANG
PRO DAN KONTRA PENERAPAN PEMBUKTIAN TERBALIK/PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN
Pandangan yang Pro/Setuju:
- Presiden SBY di Istana Negara ,Senin (17/1), mengeluarkan 12 INPRES mengenai penanganan kasus mafia pajak dan mafia hukum. Poin 5 instruksi tersebut berbunyi : “Melakukan methode pembuktian terbalik untuk efektivitas penegakkan hukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku”.
- Wakil Presiden Boediono memerintahkan agar penegak hukum menerapkan pembuktian terbalik dalam mengungkap kasus korupsi pajak GT senilai Rp 28 miliar dan Rp 74 miliar. Metode pembuktian terbalik, kata Boediono, efektif dapat mengungkapkan kasus mafia pajak.
- Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan, metode pembuktian terbalik terbukti efektif pada kasus korupsi Tdkw BHSYM Penegak hukum, kata Basrief, berhasil merampas kepemilikan uang Terdakwa senilai Rp 66 miliar. karena Terdakwa tak mampu menjelaskan dari mana dirinya memperoleh uang Rp 66 miliar.
- Penerapan sistem pembuktian terbalik ini, menurut keterangan seorang pejabat Independent Comission Against Corruption Hongkong cukup efektif untuk memberantas TIPIKOR, karena seseorang akan takut melakukan korupsi. Sebab akan sulit baginya memberi penjelasan yg memuaskan tentang sumber kekayaannya kalau, memang kekayaannya itu diperoleh dengan cara yang tidak sah. (Kompas, 14 April 2001).
- Sistem pembuktian terbalik terhadap tindak pidana korupsi ini sudah dianut, dan berhasil dilaksanakan dibeberapa Negara seperti, Hongkong, Malaysia,dan Singapura.
Pandangan yang Kontra:
Terhadap Penerapan asas pembuktian terbalik yaitu :
- Hukum Acara Pidana digunakan dalam proses kejahatan korupsi, khususnya dalam hal pembuktian adalah UU No. 8 Tahun 1981, Undang-undang tersebut tidak mengenal asas pembuktian terbalik.
- Asas ini dinilai bertentangan dengan Hak Asasi Manusia apabila dikaitkan dengan asas “Presumption Of Innocence” atau asas praduga tak bersalah.
- Merupakan penyimpangan dari Pasal 14 Ayat (3) huruf g Kovensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, yang telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights(Kovenan Interna- sional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik), yang menyebutkan :“Dalam penentuan tuduhan pelanggaran pidana terhadapnya, setiap orang berhak untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian terhadap diri sendiri atau mengaku bersalah.” ( Non Self Incrimination).
- Proses penanganan perkara yang sangat lambat,karena akan berbenturan dengan privasi.
- Bertentangan dengan Pasal 66 KUHAP : “Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian”
- Bertentangan dengan Pasal 189 Ayat (4) KUHAP : “Keterangan terdakwa saja , tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain,”
- Bertentangan dengan Pasal 183 KUHAP : “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
- Bertentangan dengan Prinsip Hukum “Barang siapa yang mendalilkan, maka dia pulalah yang harus membuktikan”
- Sangat Merugikan Tersangka/Terdakwa.
- Dapat menimbulkan Judicial Crime
PEMBUKTIAN TERBALIK/PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DLM KETENTUAN PER UU DI INDONESIA
1. UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Dalam UU ini kembali diatur “Sedikit” ketentuan mengenai pembuktian terbalik, yaitu dalam pasal 77, yang menyatakan: “Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.”
Selanjutnya dalam Pasal 69 dikatakan bahwa untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana Pencucian Uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya (predicate crime).
Pembuktian terbalik atau pembalikan beban pembuktian, seorang terdakwa harus dapat membuktikan asal atau sumber kepemilikan uangnya. Jika terdakwa tak mampu menjelaskannya, sesuai dengan Pasal 78 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, negara berhak merampas uang tersebut.
2. Pasal 17 Undang-Undang No. 3 tahun 1971 ayat 1,2,3,4 menunjukkan beban pembuktian dalam perkara TPK mengalami perubahan paradigma baru. Di sini terjadi pergeseran beban pembuktian atau shifting of burden of proof belum mengarah pada reversal of burden of proof (pembalikan beban pembuktian) , Memang terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana setelah diperkenankan hakim, namun hal ini tidak bersifat imperatif artinya apabila terdakwa tidak mempergunakan kesempatan ini justru memperkuat dugaan jaksa penuntut umum.
3. Dalam UU No. 31 Tahun 1999 memang telah diatur mengenai pembuktian terbalik, tetapi ketentuan tersebut bersifat terbatas , artinya terdakwa berhak untuk membuktikan, tetapi,karena Penuntut Umum tetap wajib membuktikan dakwaannya..
4. Pembuktian terbalik tersebut dapat dijumpai dalam Pasal 12 b UU No 20 Tahun 2001 Jo UU No 31 Tahun 1999 yang pada intinya menyebutkan bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dapat dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya, dengan ketentuan untuk nilai gratifikasi di atas sbb Rp10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukanlah merupakan suap, dilakukan oleh terdakwa (penerima gratifikasi).
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, Pasal 37 ayat (1), dikatakan bahwa, “terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi”. Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti.
Pada pasal 37A ayat (1) dan (2), lebih menguatkan posisi beban pembuktian terbalik tersebut, dengan menegaskan bahwa, “Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang didakwakan”. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya, maka keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk memperkuat alat bukti yg sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.
PENERAPAN PEMBUKTIAN TERBALIK/PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DALAM PRAKTEK PERADILAN DI INDONESIA
- Bagaimana proses pembuktian terbalik itu? Pembuktian terbalik pertama kali diterapkan dalam kasus Bhsym A, mantan pejabat pajak dan Bappenas. Awalnya, PPATK mencurigai transaksi keuangan di rekening istri dan dua putri Bhsym sejak tahun 2004 hingga 2010 yang mencapai Rp 932 miliar. Total saldo di seluruh rekening saat diblokir sekitar Rp 65 miliar.
2. Penyidik lalu meminta keterangan yang bersangkutan dari mana asal hartanya. namun, dia tak mampu menjelaskan. Dari harta Rp 64 miliar, penyidik hanya mampu membuktikan korupsi senilai Rp 1 miliar (suap dari K M). Sisanya, penyidik menjerat dengan pasal pencucian uang.
3. Di pengadilan, hakim meminta Bhsym membuktikan keabsahan hartanya yang dia sebut hasil berbagai usaha. Bhsym lalu menunjukkan dokumen-dokumen yang dia klaim sebagai bukti usaha. Namun, dalam vonis, majelis hakim tak mengakui seluruh bukti itu lantaran tak sah menurut hukum.
- Akhirnya, hakim memvonis Bahasyim penjara selama 10 tahun ditambah denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Tak hanya itu, harta senilai Rp 60,9 miliar ditambah 681.147 dollar AS dirampas untuk negara karena terbukti hasil tindak pidana.